Techtimes Indonesia – Bursa Efek Indonesia (BEI) telah menetapkan 402 saham yang masuk ke dalam daftar Liquidity Provider.
Penetapan ini merupakan tindak lanjut dari penerbitan Peraturan Nomor II-Q dan III-Q yang mengatur tentang mekanisme dan peran Liquidity Provider di pasar modal dalam negeri.
Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan likuiditas saham-saham yang memiliki fundamental baik tetapi volume transaksinya tergolong rendah hingga menengah.
Keberadaan Liquidity Provider diharapkan mampu membuat pasar menjadi lebih aktif dan efisien.
Apa Itu Liquidity Provider?
Liquidity Provider adalah pihak yang bertugas menjaga ketersediaan likuiditas di pasar saham dengan cara memberikan kuotasi beli dan jual secara terus-menerus untuk saham tertentu.
Tujuannya agar investor dapat bertransaksi dengan lebih mudah dan harga saham lebih stabil, sehingga spread harga (perbedaan antara harga beli dan jual) menjadi lebih kecil.
Menurut Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, Liquidity Provider memiliki peran vital dalam mendukung efisiensi pasar.
“Peran Liquidity Provider menjadi sangat penting dalam meningkatkan pendalaman dan kualitas pasar, khususnya dalam mendukung pembentukan harga wajar serta mengurangi bid-ask spread pada saham-saham dengan likuiditas rendah,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Minggu (11/5/2025).
Saham yang Masuk Liquidity Provider
Sebanyak 402 saham emiten telah terdaftar dalam daftar efek Liquidity Provider, di antaranya adalah ABM Investama Tbk., Pembangunan Jaya Ancol Tbk., dan Global Digital Niaga Tbk.
Daftar lengkapnya dapat diakses melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia.
Namun, tidak semua saham bisa masuk ke skema ini. BEI menetapkan sejumlah kriteria, antara lain:
- Volume dan frekuensi transaksi harian
- Kapitalisasi pasar
- Spread harga (selisih antara harga beli dan jual)
- Rasio free float (saham publik)
- Kinerja dan fundamental emiten
Syarat Menjadi Liquidity Provider Saham
Berdasarkan Peraturan Nomor III-Q, hanya anggota bursa yang memenuhi sejumlah persyaratan yang boleh mengajukan diri sebagai Liquidity Provider, di antaranya:
- Tidak sedang dalam status suspensi perdagangan
- Memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) minimal Rp100 miliar
- Mempunyai standar operasional prosedur internal
- Memiliki sistem yang memadai untuk penyampaian kuotasi secara real-time
Dengan adanya Liquidity Provider, anggota bursa dapat mendukung transaksi saham tertentu agar lebih aktif dan menarik minat investor.
Danantara Ingin Jadi Liquidity Provider
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) menyatakan ketertarikannya untuk ikut dalam skema Liquidity Provider.
Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir, mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengalokasikan dana dari dividen yang akan diterima pada akhir April 2025 ke berbagai strategi, salah satunya adalah peran sebagai Liquidity Provider.
“Nanti dividen akhir bulan ini masuk ke kami. Dari situ, kami harus mulai alokasikan uangnya ke mana,” kata Pandu.
Ia menjelaskan bahwa menjadi Liquidity Provider bisa menjadi bagian dari strategi diversifikasi dan penguatan investor institusi domestik.
OJK: Danantara Tidak Bisa Langsung Jadi Liquidity Provider
Meskipun tertarik, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa Danantara tidak bisa serta-merta menjalankan peran sebagai Liquidity Provider.
Sebab, hanya perusahaan yang memiliki izin sebagai Perantara Perdagangan Efek (PPE) yang dapat menjalankan peran tersebut.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, dalam Rapat Dewan Komisioner OJK, Kamis (8/5/2025).
“Kalau mau jadi liquidity provider harus PPE. Danantara bukan PPE, jadi harus ada entitas di bawahnya yang [punya izin],” jelas Inarno.
Dengan demikian, Danantara tetap bisa menjalankan peran Liquidity Provider melalui anak perusahaan atau afiliasi yang telah memiliki izin sebagai PPE.
Liquidity Provider menjadi bagian penting dalam transformasi pasar modal Indonesia.
Dengan peraturan yang telah diberlakukan dan keterlibatan berbagai pihak, diharapkan saham-saham dengan likuiditas rendah bisa lebih aktif, spread harga semakin tipis, dan ekosistem investasi menjadi lebih efisien.
Silakan login untuk meninggalkan komentar:
Komentari lewat Facebook