Dalam dunia konsumsi, mungkin kamu sering mendengar tentang piramida kebutuhan Maslow yang membahas motivasi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, ada konsep menarik lain yang tak kalah relevan di era modern: Buyerarchy of Needs.
Teori ini diperkenalkan oleh Sarah Lazarovic, seorang seniman dan jurnalis, untuk membantu kita memahami bagaimana membuat keputusan konsumsi yang lebih bijak, ramah lingkungan, hemat biaya, dan tentu saja akan mempercepat proses kita menjadi lebih kaya apabila dilakukan secara konsisten.
Apa Itu Buyerarchy of Needs?
Buyerarchy of Needs adalah konsep yang mengatur prioritas kita dalam memenuhi kebutuhan tanpa langsung membeli barang baru. Ide ini muncul sebagai respons terhadap budaya konsumsi yang sering kali mendorong kita untuk membeli lebih banyak daripada yang benar-benar diperlukan.
Bayangkan sebuah piramida terbalik dengan tujuh tingkat, dari yang paling ramah lingkungan hingga yang paling konsumtif. Tujuannya sederhana: kita diminta untuk mempertimbangkan pilihan lain sebelum memutuskan membeli barang baru.
6 Langkah dalam Buyerarchy of Needs
Berikut ini adalah tujuh langkah dalam Buyerarchy of Needs, lengkap dengan contoh nyata yang bisa kamu terapkan sehari-hari:
1. Gunakan yang Sudah Ada (Use What You Have)
Langkah pertama ini mengajarkan kita untuk memaksimalkan barang yang sudah dimiliki sebelum mencari alternatif lain. Sering kali, barang yang kita perlukan sebenarnya sudah ada di rumah, hanya saja kita lupa atau tidak terorganisir.
Misalnya, jika kamu butuh wadah penyimpanan, cek dulu lemari dapur. Bisa jadi ada kotak bekas kue yang masih bisa digunakan.
Menggunakan barang yang sudah ada juga membantu kita menghargai apa yang dimiliki. Kebiasaan ini mendorong kita untuk lebih kreatif dalam memanfaatkan barang.
Sebagai contoh, pakaian lama yang terlihat usang bisa dihidupkan kembali dengan sedikit reparasi atau dipadukan dengan aksesori lain.
Selain itu, kebiasaan ini berkontribusi pada pengurangan limbah rumah tangga. Ketika kita menggunakan barang yang ada hingga benar-benar habis masa pakainya, kita turut membantu mengurangi permintaan produksi barang baru yang berdampak besar pada lingkungan.
2. Pinjam (Borrow)
Jika barang yang dibutuhkan tidak ada di rumah, langkah berikutnya adalah meminjam. Ini sangat relevan untuk kebutuhan sesaat, seperti alat memasak tertentu, peralatan berkebun, atau bahkan pakaian untuk acara formal.
Pinjam dari keluarga, teman, atau tetangga yang kamu kenal baik.
Meminjam bukan hanya soal hemat uang, tapi juga mempererat hubungan sosial. Misalnya, ketika kamu meminjam tangga dari tetangga, ini bisa menjadi kesempatan untuk berbincang dan mempererat silaturahmi.
Dalam beberapa komunitas, bahkan ada grup berbasis aplikasi atau media sosial yang memungkinkan orang saling meminjam barang tanpa biaya.
Namun, penting untuk menjaga barang yang dipinjam dengan baik. Kembalikan dalam kondisi bersih dan sesuai waktu yang disepakati, agar kepercayaan tetap terjaga. Dengan cara ini, budaya berbagi bisa terus berkembang.
3. Tukeran (Swap)
Jika meminjam tidak memungkinkan, pertimbangkan untuk menukar barang. Konsep ini sering dikenal dengan barter, yaitu menukar barang yang kita punya dengan barang yang dimiliki orang lain. Ini sangat cocok untuk barang-barang seperti pakaian, buku, atau peralatan rumah tangga.
Misalnya, kamu memiliki set buku yang sudah selesai dibaca. Daripada membiarkannya berdebu di rak, kamu bisa menukarnya dengan buku milik teman yang belum pernah kamu baca.
Selain hemat, cara ini memberikan manfaat ganda: mengurangi barang yang tidak digunakan dan mendapatkan sesuatu yang baru tanpa mengeluarkan uang.
Komunitas tukar barang kini semakin populer, baik secara offline maupun online. Kamu bisa bergabung dalam acara seperti clothing swap party atau menggunakan aplikasi tukar barang untuk memperluas jaringan dan pilihan.
4. Beli Bekas (Thrift)
Jika semua langkah di atas tidak memadai, pertimbangkan membeli barang bekas. Barang bekas sering kali masih memiliki kualitas baik dengan harga yang jauh lebih murah. Misalnya, perabot rumah tangga, pakaian, atau elektronik bisa didapatkan di toko barang bekas, pasar loak, atau platform daring.
Membeli barang bekas tidak hanya hemat, tetapi juga mendukung konsep keberlanjutan. Ketika kita membeli barang bekas, kita membantu memperpanjang masa pakainya dan mengurangi limbah yang berakhir di tempat pembuangan.
Selain itu, banyak barang bekas memiliki karakter unik yang tidak bisa ditemukan di barang baru.
Namun, pastikan untuk memeriksa kondisi barang sebelum membeli. Lakukan riset harga dan negosiasi untuk mendapatkan penawaran terbaik. Dengan cara ini, kamu bisa mendapatkan barang berkualitas tanpa merasa rugi.
5. Buat Sendiri (Make)
Jika kebutuhan belum terpenuhi, langkah berikutnya adalah membuat barang sendiri dengan bahan yang ada. Ini adalah langkah yang menantang tetapi juga menyenangkan karena melibatkan kreativitas. Misalnya, alih-alih membeli pot tanaman baru, kamu bisa menggunakan kaleng bekas yang dihias dengan cat atau pita.
Daur ulang tidak hanya menghemat uang tetapi juga mengurangi limbah. Barang-barang yang sering dianggap “sampah” bisa memiliki fungsi baru jika diolah dengan baik. Contohnya, kardus bekas bisa diubah menjadi tempat penyimpanan kecil, atau botol plastik bekas bisa dijadikan tempat minum hewan peliharaan.
Proses membuat barang sendiri juga memberikan rasa puas dan kepemilikan yang lebih besar. Kamu tidak hanya mendapatkan barang yang dibutuhkan tetapi juga meningkatkan keterampilan tangan dan kreativitas.
6. Beli Baru (Buy New)
Membeli barang baru adalah langkah terakhir dalam Buyerarchy of Needs. Pilihan ini hanya dilakukan jika semua langkah sebelumnya tidak memungkinkan. Namun, pastikan barang yang dibeli benar-benar dibutuhkan dan berkualitas agar tidak cepat rusak.
Pilih produk yang ramah lingkungan atau memiliki sertifikasi keberlanjutan. Misalnya, pilih pakaian dari bahan organik atau elektronik dengan rating hemat energi. Pertimbangkan juga membeli barang dengan desain yang tahan lama untuk mengurangi frekuensi pembelian di masa depan.
Selain itu, sebelum membeli, lakukan riset terlebih dahulu. Bandingkan harga dan ulasan produk untuk memastikan bahwa kamu mendapatkan barang yang sesuai kebutuhan dan ekspektasi. Dengan pendekatan ini, kamu tetap bisa membeli dengan bijak meskipun barang tersebut baru.
Mengapa Buyerarchy of Needs Penting?
Teori ini bukan hanya soal menghemat uang, tetapi juga soal menciptakan gaya hidup yang lebih sadar lingkungan. Dengan mengurangi konsumsi barang baru, kita bisa mengurangi jejak karbon, mengurangi limbah, dan mendukung keberlanjutan bumi.
Di sisi lain, pendekatan ini juga membantu kita menghargai apa yang kita miliki dan mengasah kreativitas untuk memanfaatkan barang dengan lebih maksimal.
Tips Menerapkan Buyerarchy of Needs
1. Evaluasi kebutuhan: Sebelum membeli, tanyakan pada diri sendiri, “Apakah ini benar-benar diperlukan?”
2. Gunakan daftar prioritas: Jika butuh sesuatu, urutkan langkah-langkah di atas sebelum memutuskan membeli baru.
3. Berjejaring: Bangun komunitas yang mendukung konsep berbagi, meminjam, atau menukar barang.
Buyerarchy of Needs mengajarkan kita bahwa kebutuhan hidup tidak selalu harus dipenuhi dengan membeli barang baru. Ada banyak cara kreatif dan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan tanpa merugikan lingkungan atau kantong kita.
Yuk, mulai praktikkan teori ini dalam kehidupan sehari-hari dan jadi bagian dari perubahan yang lebih baik! 🌱