Jakarta, Techtimes Indonesia – Memasuki tahun baru, banyak yang berharap 2024 akan membawa perubahan positif bagi perekonomian dan investasi. Namun, 2023 meninggalkan kenangan buruk bagi sebagian besar investor saham, yang merasakan dampak dari penurunan signifikan di pasar.
IHSG Terburuk di Asia, Obligasi Masih Stabil
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia mencatatkan kinerja terburuk di Asia dengan penurunan hingga 2,65% sepanjang tahun lalu. Di sisi lain, pasar obligasi juga tidak luput dari penurunan, meskipun Surat Utang Negara (SUN) dengan tenor 10 tahun mencatatkan yield 7,14%.
Meskipun demikian, indeks obligasi negara dan korporasi, INDOBeX, menunjukkan performa positif dengan return 4,82%.
Reksa Dana Saham Mengalami Kerugian
Tahun lalu juga menjadi tahun yang sulit bagi reksa dana saham. Indeks Infovesta Equity Fund menunjukkan penurunan hingga 10,32%. Hal ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi oleh instrumen investasi tersebut.
Apa yang Akan Memengaruhi Pergerakan Aset di 2024?
Beberapa faktor utama dapat mempengaruhi kinerja aset investasi tahun ini, yang menjadi perhatian utama bagi para investor.
Risiko Kebijakan Proteksionisme Trump
Salah satu faktor yang dapat memengaruhi pasar adalah kebijakan ekonomi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Setelah dilantik pada 21 Januari nanti, kebijakan proteksionisme yang akan diterapkan, seperti pemberlakuan tarif impor tinggi terhadap negara-negara besar seperti China, diprediksi akan memicu inflasi di AS.
Inflasi yang meningkat bisa memperlambat kebijakan pemangkasan bunga oleh Federal Reserve. Bahkan, The Fed bisa kembali menaikkan suku bunga jika inflasi tidak terkendali. Kenaikan yield Treasury AS akan menarik dana keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Prediksi Yield Treasury AS Naik di Atas 5%
Torsten Sløk, Chief Economist di Apollo Global Management, memperkirakan ada sekitar 40% kemungkinan bagi yield Treasury 10 tahun untuk melampaui 5% sebelum pertengahan 2025. Kenaikan imbal hasil ini tentu berdampak pada arus modal global.
Ancaman Resesi di China dan Jerman
Selain kebijakan AS, risiko resesi di negara dengan PDB terbesar kedua dan keempat, yakni China dan Jerman, juga menjadi perhatian. Menurut Sløk, ada probabilitas 40% bahwa China akan mengalami resesi. China masih berjuang dengan deflasi, yang terjadi selama lima kuartal berturut-turut, untuk pertama kalinya sejak 1999.
Emas dan Bitcoin Menghadirkan Keuntungan
Sementara pasar saham dan obligasi menghadapi tekanan, beberapa aset investasi mencatatkan keuntungan luar biasa. Emas batangan PT Aneka Tambang (Antam) mencatatkan kenaikan harga hingga 35,22% sepanjang tahun lalu. Ini berkat lonjakan harga emas global yang naik 27,24% pada 2024, tertinggi sejak 2010.
Namun, yang paling mencuri perhatian adalah Bitcoin. Mata uang kripto ini mengalami lonjakan harga luar biasa, naik 150,32% sepanjang tahun lalu, mencapai harga tertinggi US$106.407 pada 17 Desember, dan ditutup di US$93.714 pada akhir tahun, mencatatkan kenaikan 120,46% secara tahunan.
Faktor Penguat dan Penghambat Harga Emas
Di Indonesia, harga emas bisa terpengaruh oleh faktor eksternal seperti kebijakan The Fed. Namun, pelemahan rupiah terhadap dolar AS dapat memberikan dukungan bagi harga emas lokal agar tidak terjerembab terlalu dalam.
Peluang Pasar Komoditas: CPO dan Nikel
Harga komoditas tahun lalu sudah menunjukkan normalisasi, dengan batu bara diperkirakan akan lebih lesu tahun depan. Namun, ada harapan pada komoditas lain seperti CPO dan nikel. CPO, yang naik 19,43% pada 2024, diperkirakan akan tetap berpotensi menguat di tahun depan, didorong oleh permintaan bahan bakar nabati dan kebijakan biodiesel domestik Indonesia.
Sementara itu, nikel yang mengalami penurunan harga pada 2023 masih berpotensi bangkit di 2025, terutama jika China mampu memulihkan perekonomiannya.
Bitcoin: Aset Pro-Kripto yang Meningkatkan Keuntungan
Di tengah ketidakpastian pasar, Bitcoin menjadi primadona investasi. Pro-Kripto-nya Donald Trump dan Kongres AS dapat mempercepat perkembangan ekosistem mata uang kripto di masa depan, menjadikan Bitcoin dan aset digital lainnya sebagai pilihan potensial.
Tantangan bagi Indonesia di 2024
Bagi Indonesia, dampak dari kebijakan AS, resesi global, dan harga komoditas yang tertekan menjadi tantangan besar. Meski sektor komoditas seperti CPO dan nikel masih memberi harapan, pasar saham domestik dan obligasi berpotensi tetap menghadapi tekanan sepanjang tahun ini.
Strategi Investasi Jangka Pendek Bisa Lebih Menguntungkan
Melihat pergerakan pasar yang diprediksi penuh volatilitas, para investor mungkin perlu mempertimbangkan strategi investasi jangka pendek agar dapat memaksimalkan potensi keuntungan. Hal ini penting untuk menghadapinya dengan penuh kewaspadaan.
Disclaimer:
Artikel ini bukan merupakan ajakan untuk berinvestasi atau membeli aset tertentu. Keputusan investasi yang diambil oleh pembaca sepenuhnya menjadi tanggung jawab individu, termasuk segala risiko yang ada.