Techtimes Indonesia — Di dunia yang dipenuhi hiruk-pikuk pencapaian, angka, dan simbol status, pernahkah kita bertanya dalam hati: apa benar financial freedom sanggup membebaskan seseorang dari rasa takut, atau justru kita malah semakin terperangkap dalam bayangannya?
Pertanyaan itu berkali-kali mengetuk kesadaran saya. Setiap kali melihat gedung pencakar langit yang megah, setiap kali mendengar cerita tentang orang-orang yang “sukses” secara finansial namun tetap resah dalam hidupnya, saya kembali merenung.
Benarkah semua ini tentang angka semata?
Semakin dalam saya menelusuri, semakin saya merasa bahwa financial freedom bukan tentang jumlah kekayaan.
Ini adalah tentang perasaan merdeka: dari ketakutan, dari keharusan, dan dari bayang-bayang kehilangan yang membelenggu.
Dalam perjalanan ini, saya menemukan satu kebenaran kecil—bahwa menjadi benar-benar bebas adalah sebuah seni, bukan sekadar pencapaian angka.
Financial Freedom Bukan Soal Berapa Banyak
Saya pernah berpikir, bahwa dengan menabung lebih banyak, berinvestasi lebih agresif, atau mendapatkan promosi lebih tinggi, rasa aman itu akan datang dengan sendirinya.
Namun kenyataannya, rasa cukup itu bukan sesuatu yang diberikan oleh angka, melainkan sesuatu yang tumbuh di dalam diri.
Seiring waktu, saya akhirnya harus setuju dengan apa yang pernah dikatakan oleh Epictetus, filsuf dari zaman kuno: “Bukan kekayaan yang membuat kita bebas, melainkan sikap kita terhadap kekayaan.”
Betapa seringnya kita menjadi budak dari keinginan tanpa ujung. Betapa seringnya kita membangun penjara emas untuk diri sendiri—tempat di mana kita tampak berkilau dari luar, tapi kosong dan sesak di dalam.
Orang yang tahu cukup, dia kaya.
Lao Tzu
Tiga Pilar dalam Perjalanan Ini
Jika financial freedom adalah perjalanan, maka saya percaya ada tiga pilar penting yang menopangnya: kesadaran, pengelolaan, dan pembebasan mental.
Tanpa ketiganya, perjalanan ini mudah sekali tersesat.
1. Kesadaran Finansial: Mengenal Diri Lewat Uang
Mencatat setiap rupiah yang keluar, bertanya pada diri sendiri sebelum membeli sesuatu, memahami mengapa kita menginginkan sesuatu—semua ini, meski tampak sederhana, perlahan membuka lapisan-lapisan terdalam dari keinginan kita.
Saya pun tersadar, uang hanyalah cermin. Ia memperlihatkan apa yang kita cari: apakah rasa aman, pengakuan, cinta, atau sekadar pelarian dari ketidaknyamanan batin.

Sokrates, dalam kebijaksanaannya yang abadi, pernah berpesan: “Kenalilah dirimu sendiri.”
Dan tak ada jalan lebih nyata untuk mengenali diri selain melalui cara kita memperlakukan uang.
2. Pengelolaan dan Investasi: Menanam Benih untuk Masa Depan
Mengelola keuangan tidak selalu soal perhitungan kaku atau strategi investasi yang rumit. Bagi saya, ia adalah bentuk kasih sayang kepada diri sendiri di masa depan.
Setiap tabungan yang ditumbuhkan, setiap investasi yang dipilih dengan bijaksana, adalah sebuah bisikan lembut kepada diri: “Aku peduli padamu. Aku ingin kau tetap tenang nanti, meski dunia di sekelilingmu berubah.”
Saya teringat pada kutipan Warren Buffett yang pernah saya baca dalam sebuah sore hujan: “Seseorang duduk di bawah naungan hari ini karena seseorang menanam pohon sejak lama.”
Setiap keputusan finansial kecil yang bijaksana hari ini, akan menjadi perlindungan tak kasat mata bagi kita di kemudian hari.
Dan dalam setiap upaya untuk bersiap terhadap masa depan, saya belajar arti sabar dan percaya.
Dalam kata-kata Viktor Frankl:
Ketika seseorang menemukan makna dalam penderitaannya, ia mampu bertahan dalam keadaan apapun.
Viktor Frankl
3. Kebebasan Mental: Melepaskan Cengkraman Uang
Bagian tersulit dalam perjalanan ini bukanlah mendapatkan uang, melainkan melepaskan rasa takut kehilangannya. Butuh keberanian untuk berkata, “Saya cukup,” dalam dunia yang terus-menerus berbisik, “Kamu belum cukup.”
Saya mengingat satu ajaran Buddha yang sangat membekas di hati: “Tidak ada api seperti nafsu, tidak ada belenggu seperti keinginan.”
Kita hidup di tengah dunia yang mengagungkan akumulasi. Namun justru dalam membebaskan diri dari kerakusan itulah, pintu sejati menuju kebahagiaan terbuka.
Dunia akan selalu berbisik bahwa kita kurang. Tapi jalan kebebasan sesungguhnya adalah berani melepaskan.
Seperti puisi kehidupan yang pernah digoreskan Rumi: “Mengapa kamu tetap tinggal dalam sangkar, padahal pintu terbuka lebar?”
Financial Freedom: Catatan yang Masih Terus Ditulis
Financial freedom, pada akhirnya, bukanlah sebuah garis akhir yang bisa dicapai sekali seumur hidup.
Ia adalah perjalanan batin yang terus berlangsung—sebuah pilihan sadar untuk hidup dengan penuh kelegaan di tengah dunia yang penuh kecemasan.
Setiap hari, saya belajar kembali: untuk menghargai yang sedikit, untuk memilih dengan sadar, dan untuk meletakkan beban ekspektasi yang tidak perlu.
Dan semakin lama, saya semakin yakin: financial freedom bukan tentang berapa banyak yang kita genggam.
Tetapi tentang seberapa ringan hati kita dalam berjalan.
Karena pada akhirnya, kekayaan sejati bukan terletak di rekening, melainkan di dalam diri yang merasa cukup.
Dan mungkin, dalam perjalanan ini, kita akan sepakat dengan Henry David Thoreau: “Kekayaan besar bukanlah memiliki banyak, tetapi memiliki sedikit dan menginginkan lebih sedikit.”
Dari hati yang terus belajar tentang rasa cukup,
Setiawan Chogah
Editor in Chief, Techtimes Indonesia
Silakan login untuk meninggalkan komentar:
Komentari lewat Facebook