Malam di Baghdad itu berwarna pekat. Di sekelilingnya hanya ada debu, panas, dan desingan peluru. Meutya menatap ke sekeliling dengan jantung berdegup kencang, mencoba menguasai rasa takut yang menggedor-gedor tubuhnya. Sebagai seorang jurnalis, ia terbiasa berada di tengah hiruk-pikuk berita besar.
Tapi malam itu, tahun 2005 di Irak, semuanya terasa berbeda. Ia bukan hanya meliput sebuah konflik, ia menjadi bagian darinya—disandera oleh kelompok militan. Namun, meski ancaman kematian begitu nyata, ada sesuatu dalam dirinya yang menolak tunduk pada ketakutan.
Seratus enam puluh delapan jam dalam penahanan, di bawah bayang-bayang ketidakpastian hidup dan mati, Meutya mulai memahami esensi dari keberanian. Ketika akhirnya ia dibebaskan, tidak ada air mata ketakutan yang ia biarkan keluar. Sebaliknya, ada tekad yang semakin kuat dalam dirinya—untuk tidak sekadar melaporkan kebenaran, tapi untuk memperjuangkannya.
![Meutya: Di Antara Kamera, Krisis, dan Langkah Perubahan 10 main qimg 7199f2506648531fa310c379f30e1b69 Techtimes Indonesia](https://techtimesindonesia.com/wp-content/uploads/2024/10/main-qimg-7199f2506648531fa310c379f30e1b69-1024x639.webp)
Meutya pulang ke Indonesia, bukan hanya sebagai jurnalis yang bertahan dari trauma, tapi sebagai perempuan yang telah menaklukkan ketakutannya.
Namun, siapa sangka, perjalanan itu hanya awal dari sebuah perjalanan yang lebih panjang dan lebih penuh tantangan.
Dari Studio Berita ke Dunia Politik
Langit Jakarta menyapa Meutya dengan hiruk-pikuk yang akrab saat ia kembali. Dunia jurnalisme Indonesia menyambutnya dengan pelukan hangat, tetapi ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ketika ia kembali ke ruang redaksi Metro TV, ada pikiran yang terus menghantui: Apakah cukup hanya melaporkan peristiwa? Apakah tidak ada cara lain untuk membuat perubahan?
Pertanyaan-pertanyaan itu menggiringnya ke dunia politik, dunia di mana keputusan dibuat, kebijakan dibentuk, dan perubahan terjadi—atau tidak terjadi.
Pada 2009, Meutya memutuskan untuk melangkah ke arena baru. Bergabung dengan Partai Golkar, ia mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Bagi sebagian orang, langkah ini mungkin mengejutkan. Dari dunia yang penuh dengan kamera dan naskah berita, Meutya beralih ke dunia politik yang keras, di mana kekuasaan sering kali berbaur dengan kepentingan pribadi.
![Meutya: Di Antara Kamera, Krisis, dan Langkah Perubahan 11 Screenshot 2024 10 22 at 12.47.31 PM Techtimes Indonesia](https://techtimesindonesia.com/wp-content/uploads/2024/10/Screenshot-2024-10-22-at-12.47.31%E2%80%AFPM-1024x736.webp)
Namun, bagi Meutya, ini adalah panggilan. Ia tidak hanya ingin menjadi pengamat, ia ingin berada di dalam sistem, menjadi bagian dari solusi. Melalui Pemilu 2009, ia berhasil duduk di DPR, mewakili Sumatera Utara, daerah yang dekat di hatinya.
Di parlemen, ia memilih Komisi I, bidang yang sangat familiar baginya—luar negeri, pertahanan, dan komunikasi. Di sini, jiwanya sebagai jurnalis kembali hidup, kali ini bukan di hadapan kamera, tetapi di balik podium parlemen, membahas isu-isu penting seperti kebebasan pers dan keamanan jurnalis.
Perempuan di Tengah Kekuasaan
Bertahun-tahun berlalu, Meutya menjadi salah satu politisi yang vokal dan disegani. Ia mengangkat isu yang dekat dengan profesinya sebagai jurnalis: kebebasan informasi, hak publik atas transparansi, dan tentu saja, keselamatan jurnalis di lapangan. Suaranya lantang ketika ia memperjuangkan kebijakan yang melindungi profesi yang pernah hampir merenggut nyawanya.
Namun, politik tidak selalu tentang perjuangan ide dan idealisme. Ada intrik, persaingan, dan seringkali—kompromi. Di tengah semua itu, Meutya tetap bertahan.
Ia membawa keteguhan yang sama saat menghadapi militan di Irak, dan menerapkannya dalam dunia politik yang tidak kalah kerasnya. Baginya, politik adalah panggung untuk perubahan nyata, bukan sekadar permainan kekuasaan.
Dan akhirnya, pada tahun 2024, ketika Prabowo Subianto terpilih sebagai Presiden Indonesia, nama Meutya kembali mencuat ke permukaan. Ia dipanggil untuk menjadi bagian dari kabinet, menjadi menteri.
Sebuah posisi yang tidak hanya datang dari pengakuan atas pengalaman dan kompetensinya, tetapi juga karena keberanian dan keteguhan yang telah ia tunjukkan sepanjang kariernya. Ialah Meutya Viada Hafid, Menteri Komunikasi dan Digital Kabinet Merah Putih.
Lihat postingan ini di Instagram
Di Balik Nama Besar
Meutya Hafid tidak hanya menteri yang cerdas dan berpengalaman; ia adalah perempuan yang telah mengatasi ketakutan terdalamnya, yang telah menaklukkan trauma, dan sekarang, dengan langkah pasti, ia berusaha menaklukkan tantangan negara.
![Meutya: Di Antara Kamera, Krisis, dan Langkah Perubahan 12 Meutya Hafid Buku jpg Techtimes Indonesia](https://techtimesindonesia.com/wp-content/uploads/2024/10/Meutya-Hafid-Buku-jpg.webp)
Semoga di setiap keputusan yang akan ia buat di pemerintahan, setiap kebijakan yang ia gagas, akan selalu kembali ke satu prinsip yang ia pegang sejak hari pertama ia masuk ke dunia jurnalisme: kebenaran adalah harga mati.
Dari studio berita, ke medan perang, hingga ruang rapat kabinet, semoga Meutya Hafid tetap berdiri teguh, dengan satu tujuan: membawa perubahan. Kini, dalam posisi barunya sebagai menteri di bawah pemerintahan Prabowo, kita doakan ia mampu melangkah dengan keyakinan yang sama—bahwa setiap tantangan, sebesar apapun, bisa dihadapi dengan keberanian, integritas, dan tekad yang tak pernah surut.