Sudah dua minggu ini hujan rutin bersilaturahmi ke teras rumah saya. Sore menjadi lebih teduh dari biasanya, dengan secangkir kopi di tangan, saya mengenang awal perkenalan saya dengan Apple. Semuanya berawal dengan sebuah telepon cerdas yang bernama iPhone. Kala itu, sekitar tahun 2020, ketika dunia dicekam ketakutan wabah Covid-19. Semua orang dipaksa mengambil jeda, termasuk saya.
Saya telah berhenti bekerja dari 2019, tentu bukan karena Covid-19. Alasan di baliknya cukup klasik; saya hanya ingin memulai perjalanan menikmati hidup-mendengarkan fatwa hati saya sendiri. Rupanya Semesta membawa cerita lain, jutaan manusia pada akhirnya harus terbiasa bertahan hidup dari rumah. Masa itu terjadi, pernikahan saya baru menginjak hitungan bulan. Saya dihajar ketakutan berlipat ganda. Mati terinfeksi Corona, atau tewas karena kelaparan? Dua pilihan yang saya pikir tidak ada yang mau memilih salah satunya.
Tapi demikianlah hidup. Saya seorang Muslim. Tidak terlalu saat. Tapi saya masih mengingat apa yang pernah saya pelajari dalam agama yang saya pilih. Fa inna ma‘al-‘usri yusrâ. Inna ma‘al-‘usri yusrâ. Dua kali Allah mengucapkan janji itu dalam Quran. Tentang Al-Insyirah, saya berkali-kali meluruskan salah terjemah yang sering diucapkan teman-teman saya. Setelah kesulitan ada kemudahan, itu yang acap mereka ulang. Berkali-kali.
“Bersama, bukan setelah.” Saya tidak tahu kapan dan dari siapa salah terjemah ini bermula. Terjemahan Bahasa Inggrisnya pun hanya menulis, ‘So, surely with hardship comes ease’, bukan after, kan?
Kembali pada Covid-19 yang menakutkan dan janji Allah yang menenangkan. Saya bersyukur masih hidup, setidaknya, sampai tulisan ini dimuat oleh Redaksi Techtime Indonesia. Saya juga bersyukur mengingat bagaimana Allah menghadirkan kemudahan untuk saya (salah satunya) bersamaan dengan teror Covid-19 yang melanda dunia. 2020 eranya perusahaan rintisan bermunculan. Saya ketiban berkah. Hidup di rumah 24 jam dengan sebuah PC rakitan dan ponsel Samsung kentang, saya memulai perjuangan saya menjadi content creator. Mimpi kebanyakan orang–setidaknya saat itu. Menghasilkan uang dari hal yang kita senang, katanya. Dan saya percaya.
Konten pertama saya berupa sebuah unggahan karosel di Instagram. Menceritakan kisah buku pertama yang membuat saya jatuh cinta. Tidak banyak yang meninggalkan jejak tanda suka mereka, tapi dari laporan Instagram, konten itu menjangkau ribuan orang. Entah diam-diam mereka menikmati kisahnya, atau hanya memang karena saya yang masih butuh pengakuan di zaman itu? Barangkali keduanya benar.
Berbulan-bulan setelahnya, saya terus menyetorkan cerita dalam sepuluh guliran gambar di Instagram. Cerita tentang banyak hal; tentang trauma perundungan masa kecil saya, tentang perjuangan membeli rumah pertama, sampai akhirnya saya lebih banyak bercerita tentang uang. Setahun berikutnya, 11 Mei 2021, saya mendapatkan tawaran endors pertama saya dari sebuah perusahaan sekuritas dalam negeri.
Perjalanan saya bersama Apple di mulai dari sini
“Da, udah dapat endors, kan? Gantilah ke iPhone!” Adik saya tiba-tiba memberi saran tanpa saya minta.
“Ngapain? Ini aja udah cukup.”
“Cobain dulu pakai iPhone. Itu kameranya lebih jernih. IG Story-nya gak burik!”
Diam-diam saya penasaran. Satu konten saya ambil pakai iPhone 11–tentu saja punya adik saya. “Jernih, ya…”
Gerimis bulan Juni turun di Kota Serang. Lepas Magrib, Vario 150 warna hitam milik adik saya membelah aspal basah Kota Jawara. “Anterin ke Erafone!” perintah saya saat itu.
iPhone XR yang saya incar sudah tidak dijual di gerai Erafone. Penjaga toko bersikeras menawarkan iPhone 13. “Ini lebih OK, Kak. Buat ngonten, kan? Ini kameranya udah ada cinematic mode. Cocok buat video….”
Kami meninggalkan Erafone dalam keadaan kecewa. Terutama saya. Budget saya tidak cukup untuk membawa pulang iPhone 13. Lagipula, ini pertama kalinya saya menggunakan produk Apple. Batin saya menolak melepas belasan juta dari hasil tabungan berbulan-bulan hanya untuk sebuah ponsel–yang kalau saya tukarkan dengan ponsel saya saat itu, bisa dapat empat buah handphone.
Bersama kesulitan ada kemudahan. Saya mendapatkan iPhone incaran saya di toko ponsel kecil di Jalan Trip Jamaksari.
Foto yang jernih. Video yang tidak shaky. Saya menyukai iPhone pertama saya.