Dulu, waktu masih jadi pekerja kantoran, notifikasi SMS banking adalah bunyi yang paling saya suka selain azan Magrib dan gema takbir malam Lebaran. Sama-sama membawa kebahagiaan dan ketenangan di hati. Mengapa Lebaran? Selain momen sakral, Lebaran selalu diikuti sama kenaikan gaji meski cuma sekali dalam setahun. Dengan uang THR, gaji saya di bulan itu bisa dua kali lebih banyak. Kalau di bulan-bulan biasa hanya menerima gaji Rp4 jutaan, di Syawal saya bisa pulang ke Sumatra dan membawa oleh-oleh yang lebih banyak untuk keluarga di kampung.
Mengenang masa-masa itu, saya juga terkenang dengan kesalahan manajemen keuangan yang pernah saya lakukan. Teman-teman yang mem-follow saya di Instagram atau membaca blog saya, mungkin sudah bosan dengan cerita yang selalu saya ulang-ulang. “Saya resign dari pekerjaan dengan tabungan nol rupiah dan nggak punya dana darurat sama sekali.” Nekat banget!
Tapi dari kesalahan itu saya jadi punya cerita untuk dibagikan kepada teman-teman yang kadang suka menyapa di DM bahkan berkunjung ke rumah mungil saya—sekadar curhat soal uang.
“Mas Chogah kan sering ngajarin kalau dapat penghasilan lebih, seharusnya juga punya tabungan lebih. Tapi saya kok abis aja, ya, Mas? Malah kadang rasanya kurang?” Seorang teman langsung memburu dengan pertanyaan ketika datang di dan kami ngopi bersama di teras @rumahchogah pekan lalu. Tiap akhir pekan, pojok kerja saya memang rutin kedatangan tamu. Ada yang datang sendirinya, ada juga yang yang sengaja saya undang lantaran rindu. Hitung-hitung ikhtiar memperpanjang umur dan memperlancar rezeki. Kan ada hadisnya kalau silaturahmi itu mendatangkan kedua manfaat itu.
“Sebenernya boleh gak sih gaji itu diabisin aja?” tanyanya lagi.
Saya mengulas senyum.
“Boleh… emang harus dihabiskan!” jawab saya singkat dan mantap.
Dia mengernyitkan kening. “Maksudnya, Mas?” burunya tak sabar akan penjelasan saya.
Ya… yang namanya gaji itu kan “hadiah” dan imbalan atas kerja keras kita. Fungsinya juga secara khusus diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan kita. Kalau tidak dihabiskan, yang sayang, dong?
Bahkan bukan hanya gaji yang harus dihabiskan, tapi termasuk dengan penghasilan lain yang didapat di bulan yang sama.
“Pokoknya saldo di rekening gaji bulan ini harus nol!” saya meninggikan suara beberapa oktaf. Teman saya makin penasaran.
Jadi begini… Gaji itu habiskan saja untuk semua pos pengeluaran. Saya selalu ulang berkali-kali di IG Story setiap tanggal 25 sampai tanggal 5–di mana itu adalah waktunya teman-teman pekerja menerima gaji, “Yang abis gajian, jangan lupa alokasi, ya!”
Maksudnya gimana?
Sebenarnya saya tidak harus mengajarkan cara menghabiskan gaji, kan, ya? Teman-teman sudah pasti sangat ahli. Tapi dari kesalahan yang pernah saya lakukan selama bertahun-tahun bekerja, yang akibatnya saya nggak punya tabungan dan aset—rasanya hati saya ini menolak kalau kesalahan itu juga teman-teman lanjutkan. Lalu, bagaimana cara menghabiskan gaji dengan baik dan benar?
Keluarkan Dulu Hak Sang Pemberi Rezeki
Pertama, utamakan pengeluaran yang wajib. Bagi yang Muslim, zakat adalah rukun Islam yang tidak bisa ditawar. Kalau di bulan Ramadan, setiap Muslim yang bernyawa dan memenuhi syarat tertentu wajib mensucikan diri dengan zakat fitrah sebesar 2,5 kilogram atau 3,5 liter bahan makanan pokok. Nah, karena kita hidup dan tinggal di Indonesia yang makannya pakai nasi, maka ukuran itu diseterakan dengan beras.
Zaman kan sudah maju dan Islam itu memudahkan. Kalau membayar zakat dengan beras dirasa agak repot, kamu bisa ambil dari THR dan gaji bulan ini sebesar Rp40 ribu-Rp50 ribu untuk membayar zakat fitrah. Nilai itu setara dengan harga 2,5 kilogram beras, tergantung kualitas dan tempat kamu membelinya, kan? Anggaplah alokasi untuk zakat fitrah adalah Rp50 ribu per orang. Nah, kalau kamu sudah berkeluarga dan statusmu adalah suami, kamu juga harus membayarkan zakat fitrah anggota keluargamu, ya!
Setelah zakat fitrah ditunaikan, hitung lagi total penghasilan yang kamu terima bulan ini, yaitu akumulasi dari gaji ditambah penghasilan lainnya, kayak tunjangan, bonus, serta penghasilan tambahan lainnya dari hasil usaha atau ngonten, misalnya.
Zakat fitrah itu ternyata kecil ya? Ya… kalau kebutuhanmu belum terlalu banyak, kamu dapat melebihkan alokasi berbagi ini sampai dengan 10%, ya. Kalau kadar dan orang-orang yang berhak menerima zakat kan sudah diatur dalam Alquran, kamu bisa berbagi lagi dalam bentuk sedekah yang nilainya tidak dibatasi. Misalnya kamu sedekah makanan tiap Subuh di kompleks tempat tinggalmu, bantu belikan kebutuhan sekolah anak yatim, ngasih tip lebih buat driver ojol, atau beliin baju koko dan sarung untuk satpam kompleks biar mereka rajin salat kayak kamu. Hehehe.
Selesai menunaikan yang wajib, kamu boleh ucapkan alhamdulillah. Di tahap ini kamu sudah “membayar” terlebih dahulu sesuatu yang diperintahkan oleh Sang Pemberi Rezeki. Mudah-mudahan gaji dan penghasilanmu berkah, ya! Aamiin.
Dahulukan Bayar Utang
Kedua, setelah mengeluarkan zakat fitrah (hanya di bulan Ramadan) dan sedekah, coba ingat apakah ada kewajiban lain yang juga harus kamu tunaikan? Apakah ada yang bisa menebak? Yap! Utang. Apabila kamu punya cicilan paylater, KPR, atau pernah meminjam uang teman, itu adalah prioritas pengeluaran lain yang harus kamu selesaikan. Karena yang namanya utang adalah wajib untuk dibayar. Walaupun gajimu mungkin belum bisa melunasi semua utangmu sekaligus, paling tidak uang yang kamu alokasikan sebesar minimal 20% untuk meringankan beban utangmu di kemudian hari.
Tunaikan Hak Diri dan Keluargamu
Ketiga, habiskan sisa gajimu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bayar tagihan listrik di rumahmu, penuhi kebutuhan makanan, tagihan sekolah anak, bensin kendaraan, iuran sampah dan keamanan, pulsa atau paket data untuk telekomunikasi, dan lain sebagainya yang apabila tidak kamu bayar, keberlangsungan hidupmu menjadi terganggu. Alokasinya maksimal 50%.
Sampai tahap ini kamu sudah menghabiskan 80% dari uang yang kamu terima bulan ini. Syukur-syukur kamu gak punya utang, artinya baru 60% dari gaji yang terhabiskan. Kamu masih punya alokasi sebesar 20% atau 40% bagi yang gak punya utang. Apakah boleh disisakan? Jawabannya adalah tidak boleh! Uang itu harus segera kamu habiskan dengan membeli produk investasi untuk masa depanmu.
Sisanya Buat Persiapan Hari Esok
Kita ini gak cuma hidup buat hari ini saja, kan? Sebagai manusia yang diberi akal, kita kudu punya perencanaan. Harus optimistis, lah, semoga Allah memberi kita umur panjang dan bisa melihat dunia ini dengan indah saat hari tua. Atau jangan-jangan kamu sudah ada rencana untuk pensiun diri–menikmati slow living di usia 40 tahun?
Kesalahan yang dulu saya lakukan adalah menghabiskan semua gaji untuk kebutuhan hidup dan keinginan sesaat. Saya melewatkan 20% (bahkan kalau bisa 40%) untuk investasi dan simpanan dana darurat. Dampaknya, saya kelabakan saat harus berhenti dari pekerjaan karena tidak punya dana cadangan sama sekali maupun aset yang bisa saya cairkan.
Kesalahan ini jangan sampai terjadi padamu. Habiskanlah sisa gajimu bulan ini dengan membeli produk investasi seperti emas, deposito, reksadana, atau saham.
Khusus untuk dana darurat, simpan saja di rekening biar mudah dicairkan kalau-kalau kamu ada pada situasi terdesak dan gak kelabakan nyari pinjaman sana-sini. Saran saya, untuk rekening dana darurat ini jangan pakai ATM dan mobile banking. Kamu, saya, dan kita semua masih makhluk berjenis homo sapiens yang dibekali hawa nafsu. Kalau kamu tipe yang mudah terpengaruh iklan promo atau gampang gatal mata kalau lagi jalan di mall, ketiadaan ATM dan mobile banking ini akan membatasi nafsu impusifmu untuk segera melakukan checkout tanpa pikir panjang.
Tentang produk investasi yang tadi saya sebutkan, lain kali kita bahas ya, kelebihan dan kekurangan dari instrumen investasi ini dan bagaimana cara memilihnya.
Sampai sini sudah siap untuk menghabiskan gajimu tanpa melakukan kesalahan dan memanen penyesalan seperti yang pernah saya lakukan, kan?
Wah Kak Chogah udah nulis lagi. Kangen tulisan-tulisan sampeyan mas