Jakarta, Techtimes Indonesia – Bank Indonesia (BI) mengejutkan banyak pihak dengan keputusan menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 14-15 Januari 2025.
Senada, suku bunga deposit facility juga turun menjadi 5 persen dan suku bunga lending facility merosot menjadi 6,50 persen. Langkah ini diambil meskipun nilai tukar rupiah sedang tertekan, memicu beragam respons dari ekonom.
Keputusan Mengejutkan di Tengah Tekanan Rupiah
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, menyatakan bahwa keputusan BI ini di luar ekspektasi banyak pihak. Meskipun inflasi Indonesia saat ini terkendali, langkah ini berpotensi meningkatkan daya tarik rupiah di pasar global.
“Ini di luar ekspektasi. Dari segi inflasi memang sangat terkendali sehingga masih ada ruang untuk menstimulasi pertumbuhan via kebijakan moneter,” kata David pada Rabu (15/1/2025).
BI Coba Pertahankan Daya Tarik Rupiah
David juga menambahkan bahwa meskipun rupiah tertekan, BI mencoba menjaga daya tarik mata uang Indonesia dengan menawarkan suku bunga Reverse Repo BI (SRBI) yang lebih kompetitif. SRBI adalah instrumen moneter yang digunakan BI untuk mengelola likuiditas, dan tingkat suku bunga yang relatif tinggi diharapkan dapat menarik minat investor untuk tetap memegang aset dalam rupiah.
“Tapi memang kurs juga agak tertekan. BI coba jaga attractiveness Rupiah via SRBI rate yang relatif menarik,” jelas David.
Diversifikasi Instrumen untuk Menarik Investasi Asing
David juga menyarankan agar pemerintah menyediakan instrumen investasi yang menarik bagi investor asing, seperti penerbitan dimsum bonds (obligasi denominasi yuan). Hal ini bisa menjadi langkah untuk mendiversifikasi pasar dan menarik investasi asing dengan biaya pendanaan yang lebih murah.
Penurunan BI Rate dan Dampaknya pada Surat Berharga
Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI), Banjaran Surya Indrastomo, berpendapat bahwa penurunan BI Rate sejalan dengan pelemahan rupiah yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lain yang memiliki kondisi serupa. Meskipun demikian, ia menganggap timing keputusan ini cukup mengejutkan, mengingat adanya tekanan terhadap surat berharga dalam negeri.
“Tetapi timingnya cukup surprising, mengingat ada tekanan ke surat berharga dalam negeri. Upside nya memang masih ada ruang karena suku bunga The Fed (AS) dan BI rate ada selisih sebesar 1,5%, dan ini membantu mengurangi beban hutang pemerintah,” kata Banjaran.
Potensi Dampak Penurunan BI Rate pada Pertumbuhan Ekonomi
Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, menyatakan bahwa meskipun penurunan BI Rate tidak terlalu mengejutkan, langkah ini menimbulkan risiko pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin tertekan.
Josua mengingatkan bahwa faktor eksternal seperti ketegangan perdagangan internasional dapat menurunkan kinerja ekspor Indonesia, sementara faktor internal terlihat dari inflasi yang sangat rendah.
“Pertumbuhan ekonomi 2025 kemungkinan akan tertekan baik dari faktor dalam maupun luar negeri. Inflasi yang sangat rendah menunjukkan lemahnya tingkat permintaan,” ujar Josua.
Gubernur BI: Penurunan Suku Bunga Berdasarkan Dinamika Global dan Domestik
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa keputusan penurunan suku bunga ini telah mempertimbangkan dinamika ekonomi global dan domestik. Perry melihat bahwa ketidakpastian global mulai berkurang, terutama setelah terpilihnya Presiden AS, Joe Biden, dan kebijakan Fed Fund Rate (FFR) yang lebih jelas.
“Kejelasan arah kebijakan pemerintahan AS dan FFR memberi BI ruang untuk menurunkan suku bunga,” kata Perry dalam konferensi pers pada Rabu (15/1/2025).
Inflasi Rendah dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Perry menambahkan bahwa dengan inflasi yang rendah, ruang untuk penurunan suku bunga semakin terbuka. BI memproyeksikan inflasi akan tetap berada dalam kisaran yang rendah, bahkan hingga dua tahun ke depan.
“Inflasinya rendah dibandingkan dengan 2,5±1% sasaran dan kami perkirakan di dua tahun ini juga masih akan tetap rendah. Dengan inflasinya rendah, terbuka untuk menurunkan suku bunga,” ujarnya.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2025
Perry juga menyampaikan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2025 diperkirakan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya. BI mengestimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada kisaran 4,7% hingga 5,5%, dengan titik tengah di 5,1%.
“Oleh karena itu, ini adalah waktu yang tepat untuk menurunkan suku bunga supaya bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,” tandas Perry.
Keputusan BI ini menunjukkan komitmen untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah dinamika global yang penuh tantangan. Meski ada risiko, langkah ini bisa memberikan dorongan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025.