Techtimes Indonesia β Bayangkan spesies yang telah punah ribuan tahun lalu kini bisa berjalan kembali di bumiβberkat sains.
Ini bukan premis film fiksi ilmiah, melainkan kenyataan yang diumumkan oleh Colossal Biosciences, perusahaan bioteknologi asal Amerika Serikat, yang mengklaim berhasil menghadirkan kembali dire wolf, serigala purba legendaris dari Zaman Es.
Proyek ambisius ini membuka babak baru dalam dunia teknologi dan sains, namun juga memunculkan dilema besar soal etika dan konservasi.
Serigala Kuno, Teknologi Mutakhir
Dire wolf atau Aenocyon dirus adalah predator besar yang punah lebih dari 10.000 tahun lalu. Fosilnya ditemukan di seluruh Amerika Utara, dan telah lama menjadi simbol kekuatan alam liar.
Lewat penggabungan teknologi rekayasa genetik, DNA purba, dan kloning sel, tim ilmuwan Colossal berhasil melahirkan tiga anak dire wolf modern yang dikembangkan dari sel serigala abu-abu yang telah diedit secara genetik menggunakan CRISPR.
Mereka mengambil DNA dari fosil gigi dan tengkorak dire wolf berusia ribuan tahun, dan mengidentifikasi gen-gen kunci yang membedakan dire wolf dari serigala masa kini.
Hasilnya, mereka menciptakan βsalinan fungsionalβ dari spesies yang telah lama punah. Anak-anak serigala itu kini hidup dalam pengawasan ketat di fasilitas konservasi seluas 2.000 hektar.
Dari Keajaiban ke Kekhawatiran
Di balik prestasi ilmiah yang mencengangkan ini, muncul pertanyaan penting: apakah manusia seharusnya menghidupkan kembali hewan yang sudah punah?
Beberapa ilmuwan dan bioetikus mengingatkan bahwa βde-extinctionβ bukan tanpa risiko. Hewan-hewan yang lahir melalui proses ini tidak hanya membawa gen purba, tetapi juga masuk ke dunia yang sudah berubah drastis sejak mereka terakhir hidup.
Ekosistem masa kini mungkin tidak lagi cocok untuk mereka, dan intervensi seperti ini bisa menciptakan ketidakseimbangan baru.
Dalam konteks teknologi bisnis, proyek ini juga menimbulkan kekhawatiran soal komersialisasi spesies punah. Apakah di masa depan kita akan melihat perusahaan swasta menjual akses terhadap hewan-hewan hasil kloning seperti atraksi sirkus modern?
Antara Solusi Iklim dan Ego Sains
Colossal sendiri mengklaim bahwa teknologi ini akan berguna untuk memulihkan spesies yang punah akibat ulah manusia dan memperbaiki ekosistem.
Mereka sebelumnya mengumumkan rencana untuk membangkitkan mammoth berbulu demi membantu menghidupkan kembali padang rumput tundra yang rusak akibat perubahan iklim.
Namun sejumlah ahli menyebutkan bahwa de-extinction bisa menjadi distraksi dari upaya konservasi nyata. βMengapa kita tidak fokus menyelamatkan spesies yang masih ada, daripada mencoba menghidupkan kembali yang sudah tiada?β ujar seorang ekolog dari Cornell University dalam wawancara dengan Nature.
Menuju Masa Depan: Sains dengan Pertimbangan Etika
Tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan membangkitkan dire wolf adalah prestasi luar biasa dari sisi teknis. Namun pertanyaan besarnya adalah untuk siapa dan demi apa teknologi ini dikembangkan?
Di tengah krisis iklim, kepunahan massal, dan konflik etika dalam bioteknologi, dunia perlu mengatur ulang prioritas.
Bukan berarti de-extinction sepenuhnya salah, tapi mungkin waktunya kita bertanya: Apakah kita melakukannya karena bisa, atau karena benar-benar perlu?