Techtimes Indonesia – Pernah merasa terjebak dengan keyakinan beracun (toxic beliefs) dari latar belakang spiritualmu?
Kamu nggak sendiri! Banyak orang mengalami hal ini ketika mereka mulai membongkar keyakinan lama dan menjalani perjalanan spiritual yang lebih bebas.
Di artikel ini, kita akan bahas cara-cara praktis untuk mengatasi halangan-halangan itu dan melangkah lebih maju dalam proses dekontruksi iman dan pencerahan spiritual.
Toxic Beliefs (Keyakinan Beracun) dan Cara Mengenalinya
Pola pikir beracun itu seperti kebiasaan berpikir yang memberikan dampak negatif buat kesejahteraan emosional kita.
Pola-pola pikir ini memengaruhi cara kita berpikir, bertindak, dan berinteraksi dengan orang lain.
Masalahnya, pola pikir ini sering menciptakan persepsi yang keliru tentang kenyataan, menghambat pertumbuhan spiritual kita, dan memperkuat keyakinan beracun.
Mungkin kamu bertanya-tanya, “Apa sih pola pikir beracun itu?” Sederhananya, ini adalah cara berpikir yang menahanmu dari berkembang, atau bahkan bisa bikin kamu merasa buruk tentang diri sendiri.
Jangan khawatir, punya pola pikir seperti ini nggak berarti kamu orang yang jahat. Semua orang juga punya pola pikir semacam ini dalam kadar yang berbeda-beda.
Yang penting adalah sadar kalau keyakinan spiritual yang kamu anut mungkin telah menumbuhkan pola pikir beracun ini dan mulai menantangnya.
Berikut beberapa contoh pola pikir beracun yang sering ada dalam banyak komunitas keagamaan:
1. Pola Pikir Hitam-Putih
Pola pikir hitam-putih itu artinya melihat segala sesuatunya sebagai “semuanya baik” atau “semuanya buruk,” tanpa memberi ruang untuk berbagai kemungkinan yang ada di tengah-tengahnya.
Dalam konteks spiritual, pola pikir ini cenderung menumbuhkan ketidak-toleransian terhadap pandangan yang berbeda.
Contohnya, banyak pemimpin kegamaan sekarang ini yang mendemonisasi hal-hal yang dianggap tidak religius, seperti yoga atau bahkan astrologi, dengan label “demonik.”
Pola pikir ini bisa membuatmu merasa terjebak dalam pandangan yang kaku dan nggak terbuka untuk hal-hal baru. Kamu juga bisa merasa bersalah atau malu kalau merasa berbeda dari “standar” ini.
2. Terlalu Menjaga Aturan
Seringkali, di banyak komunitas keagamaan, ada tekanan untuk mengikuti aturan-aturan tertentu supaya tetap dianggap suci.
Misalnya, diwajibkan berdoa atau membaca kitab suci setiap hari selama waktu tertentu atau selalu hadir di setiap kegiatan keagamaan.
Terus-menerus berusaha mengikuti aturan-aturan ini bisa bikin kamu merasa tertekan, stres, dan bahkan kehilangan jati diri.
3. Mencemaskan Hal-hal yang Tidak Pasti (Catastrophizing)
Pola pikir ini terjadi ketika kita selalu membayangkan hasil terburuk dari setiap keputusan yang kita ambil, bahkan tanpa alasan yang jelas.
Dalam konteks spiritual, ini bisa menghambatmu untuk berkembang karena kamu takut akan akibat buruk dari pilihan yang berbeda.
Kamu memiliki keyakinan bahwa terlibat dalam kegiatan tertentu akan mendatangkan bencana pada seluruh manusia di tempat tinggalmu.
Hal ini akan membuatmu terus-terusan terkungkung dalam pola pikir tidak berkembang dan menghambat perjalanan spiritualitasmu ke depannya.
Kamu akan selalu begini:
Merasa perlu mencari validasi eksternal untuk memastikan pilihan kita, mencari rasa aman yang salah.
Takut dikucilkan oleh komunitas karena pikiran dan tindakanmu, jadi kamu menyembunyikannya dalam dirimu sendiri.
Perasaan cemas dan takut.
Saya ingat pikiran buruk yang saya miliki, yaitu takut menjadi orang yang murtad. Saya diajarkan bahwa dengan sengaja melakukan tindakan berdosa berarti saya telah murtad dan membuka pintu bagi masuknya setan.
Karena alasan ini, saya sangat takut akan hal terburuk yang dapat terjadi jika saya memutuskan untuk terlibat dalam kegiatan tertentu.
Misalnya, saya selalu tertarik pada bacaan filsafat dan pernah mengoleksi cukup banyak buku-buku tentang agama Buddha, tetapi rasa takut menjadi orang yang murtad membuat saya menjauh darinya.