Suku Maori di Selandia Baru (Aotearoa) sedang memprotes keras rancangan Undang-Undang (RUU) yang tengah dibahas di parlemen, yang menurut mereka akan mengancam hak-hak adat dan merugikan keberadaan budaya mereka.
Protes ini memunculkan kekhawatiran di kalangan masyarakat Maori terkait pengaruh negatif dari legislasi tersebut terhadap hubungan mereka dengan tanah, bahasa, dan warisan budaya mereka.
RUU yang dimaksud adalah Resource Management (RM) Reform Bill, yang dianggap oleh banyak pihak sebagai langkah mundur dalam pengakuan hak-hak adat, terutama bagi suku-suku asli Selandia Baru.
Meski pemerintah menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertujuan untuk memodernisasi sistem perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam, berbagai organisasi dan pemimpin Maori menganggapnya sebagai upaya yang mengikis otoritas mereka dalam pengelolaan tanah adat dan kelestarian budaya mereka.
Isi RUU yang Diprotes
RUU RM Reform Bill bertujuan untuk merampingkan dan menyederhanakan prosedur dalam pengelolaan sumber daya alam di Selandia Baru, termasuk penggunaan lahan dan perlindungan lingkungan.
Namun, beberapa pasal dalam RUU ini dinilai akan mengurangi hak-hak suku Maori untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan tanah adat mereka. Salah satu ketentuan yang paling kontroversial adalah pengalihan kekuasaan pengelolaan sumber daya alam kepada pemerintah dan otoritas lokal, yang dinilai akan mengurangi pengaruh suku Maori dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya di wilayah-wilayah yang mereka huni.
Bagi suku Maori, tanah bukan hanya sekedar sumber daya ekonomi, tetapi juga bagian dari identitas dan spiritualitas mereka. Tanah bagi mereka adalah taonga atau warisan yang tidak hanya diwariskan secara fisik, tetapi juga dalam bentuk pengetahuan dan hubungan yang lebih dalam dengan alam. Oleh karena itu, langkah-langkah yang dinilai mengurangi partisipasi mereka dalam pengelolaan tanah adat dirasa sebagai bentuk erosi terhadap hak-hak mereka.
Tanggapan Masyarakat Maori
Pemimpin-pemimpin Maori, seperti Tame Iti dan Pita Sharples, telah mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap RUU ini, dengan menyatakan bahwa hal itu akan menambah ketidaksetaraan yang sudah ada. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini akan memperburuk ketidakadilan yang dialami oleh suku Maori dalam hal pengakuan hak atas tanah dan sumber daya alam.
Tame Iti, seorang aktivis dan pemimpin suku Maori, menegaskan bahwa upaya pemerintah untuk mengubah sistem pengelolaan sumber daya alam tanpa mempertimbangkan pendapat dan kepentingan masyarakat Maori adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan.
“Kami bukan hanya sekadar masyarakat adat, tetapi kami adalah penjaga tanah ini. Kami harus dilibatkan dalam setiap keputusan yang mempengaruhi tanah yang kami warisi,” ujarnya dalam sebuah pernyataan.
Senada dengan itu, organisasi Te Kahui o Taranaki dan beberapa kelompok suku lainnya juga menuntut agar pemerintah mengkaji ulang RUU tersebut. Mereka menuntut adanya perbaikan yang dapat memastikan suara mereka tetap didengar dalam setiap keputusan yang melibatkan pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan budaya.
Tanggapan Pemerintah dan Respons Publik
Pemerintah Selandia Baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Christopher Hipkins berusaha menenangkan protes ini dengan menjelaskan bahwa RUU ini tetap memberikan ruang bagi keterlibatan suku Maori dalam pengambilan keputusan melalui mekanisme konsultasi yang sudah ada.
Menurut pemerintah, RUU tersebut akan membawa manfaat jangka panjang, terutama dalam mempermudah pengelolaan lingkungan dan mempercepat respon terhadap tantangan perubahan iklim.
Namun, tanggapan ini tidak cukup untuk meredakan ketegangan. Banyak pihak, termasuk sejumlah anggota parlemen dari fraksi oposisi, mengkritik pemerintah karena dianggap kurang peka terhadap aspirasi masyarakat adat. Mereka berpendapat bahwa RUU ini terlalu mengutamakan kepentingan ekonomi dan pembangunan daripada menjaga keseimbangan sosial dan budaya yang telah ada selama berabad-abad.
Masa Depan Pengakuan Hak-hak Adat
Protes terhadap RUU ini menggambarkan ketegangan yang terus berkembang dalam hubungan antara pemerintah dan masyarakat adat di Selandia Baru. Isu pengakuan hak-hak adat, khususnya terkait dengan pengelolaan tanah dan sumber daya alam, telah menjadi topik yang sering muncul dalam diskusi politik negara tersebut.
Bagi suku Maori, perjuangan mereka untuk mempertahankan hak-hak adat dan kelestarian budaya mereka adalah bagian dari warisan perjuangan yang lebih luas di tingkat global, di mana masyarakat adat di berbagai belahan dunia terus berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan keadilan.
Meski tantangan di depan sangat besar, protes ini menunjukkan bahwa suara suku Maori tidak akan mudah dipadamkan dan mereka akan terus berjuang untuk hak-hak mereka dalam kerangka keadilan sosial dan budaya yang inklusif.
Dengan protes yang terus bergema, masa depan RUU RM Reform Bill akan menjadi ujian penting bagi pemerintah Selandia Baru dalam mempertimbangkan kembali cara untuk menghormati dan melibatkan masyarakat adat dalam setiap keputusan besar yang berdampak pada tanah dan budaya mereka.