Kesenangan saya menggunakan produk Apple semakin lengkap ketika saya akhirnya membeli iPad. Perangkat ini menjadi jembatan antara iPhone dan MacBook. Saya bisa membawa iPad ke mana saja, dengan mudahnya mencatat ide-ide yang muncul di kepala. Layar sentuhnya yang sensitif dan Apple Pencil yang presisi membuat saya semakin produktif. Tidak hanya itu, sinkronisasi antara ketiga perangkat ini menjadikan ekosistem Apple begitu sulit untuk ditinggalkan. Setiap file, foto, dan pesan dapat dengan mudah diakses dari perangkat mana pun, di mana pun saya berada. Tidak ada lagi kekhawatiran kehilangan data atau kerepotan memindahkan file.
Keunggulan lain dari iPad adalah kemampuannya untuk mendukung berbagai aktivitas kreatif. Sebagai seorang yang gemar menggambar, meski tak bagus, iPad Pro dan Apple Pencil menjadi pasangan yang sempurna untuk menghasilkan karya-karya digital. Aplikasi seperti Procreate dan Adobe Fresco membuat pengalaman menggambar di iPad terasa natural dan menyenangkan. Selain itu, saya juga bisa membaca e-book dan membuat catatan dengan mudah, menjadikan iPad sebagai perangkat multifungsi yang tak tergantikan.
Sulit untuk melepaskan diri dari ekosistem Apple karena mereka menawarkan pengalaman yang tidak sekadar praktis, tetapi juga terasa premium. Desain yang elegan, tampilan yang sederhana namun menawan, serta performa yang selalu konsisten membuat produk Apple begitu memikat fi hati saya. Selain itu, adanya layanan seperti iCloud yang menyimpan semua data dengan aman menambah alasan kuat untuk tetap setia pada produk Apple. Pengalaman integrasi yang seamless antar perangkat membuat hidup lebih terorganisir dan efisien. Saya benar-benar menjadi mencintai hidup saya.
Namun di balik semua keunggulan itu, ada satu hal yang paling penting yang harus saya bold: rasa keterikatan emosional. Setiap kali saya menggunakan produk Apple, saya merasa seperti sedang menggunakan karya seni yang dibuat dengan penuh dedikasi dan keahlian. Setiap detail, setiap fungsi, semuanya dirancang untuk memberikan pengalaman terbaik bagi penggunanya. Ini bukan sekadar tentang teknologi, tetapi tentang bagaimana teknologi itu menyentuh dan memudahkan hidup saya.
Barangkali pengakuan ini terdengar sedikit narsis dan sok suci, tapi memang harus saya akui. Bertahun-tahun saya menggunakan piranti bajakan di laptop dan komputer saya. Mulai dari Windows, Office, sampai aplikasi penyuntingan foto dan video. Hari ini, Apple memaksa saya untuk mulai memperbaiki cara hidup dan mencari rezeki. Saya jadi belajar betapa pentingnya menghargai karya dan jerih payah orang lain.
Orang bilang, menggunakan produk Apple juga selalu memberikan rasa bangga tersendiri. Setiap kali mereka menghadiri pertemuan atau berada di tempat umum, produk Apple selalu menarik perhatian. Hal ini membuat mereka merasa menjadi bagian dari komunitas eksklusif yang menghargai kualitas dan inovasi. Saya harus mengakui anugerah Apple yang yang satu ini. Namun itu bukan hal utama yang ingin saya bagikan. Tapi kalau boleh jujur, Apple adalah salah satu yang membantu saya mencari jawaban atas pertanyaan besar di kepala saya sleama bertahun-tahun, “Berapa harga saya?”
Sebelumnya, satu karya desain saya hanya diharga belasan ribu rupiah. Setiap kali membuat janji temu dengan calon klien, mata mereka seolah-olah membisikkan isi hati mereka pada saya, “Hanya orang biasa, ditawarkan murah pasti juga akan diambil!”
Lihat postingan ini di Instagram
Entah pikiran saya yang jahat atau memang begitulah sifat natural makhluk berjenis Homo sapiens? Penuh prasangka, dikekang ketakutan, juga sangat tidak pandai dalam bersyukur. Itulah diri saya yang dulu. Saya tahu itu adalah sebagian sifat-sifat yang dijabarkan Quran tentang manusia 14 abad yang lalu. Tapi bukankah Quran juga mengabarkan tentang sifat baik manusia?
Secara tidak langsung, Apple membantu saya menemukan itu. Apple tidak hanya menciptakan produk, tetapi juga membangun ekosistem yang kuat, juga menginspirasi. Semenjak membawa tiga jagoan saya dalam setiap pertemuan penting, cara orang melihat saya menjadi berbeda dari sebelumnya. Tidak ada lagi banyak waktu yang terbuang untuk membuat kesepakatan dan tawar-menawar harga.
Gerimis masih turun satu-satu di taman kecil di depan ruang kerja saya. Saya sengaja membuka jendela. Kapal Api saya tinggal sebatas ruas jari, tentunya juga sudah dingin. Langit masih murung. Sekelompok awan membawa mendung dari atas Andamui sampai melewati jendela saya. Di ujung petang ini, saya menyadari bahwa kecanduan saya pada produk Apple bukanlah hal yang buruk. Melainkan, ini adalah hubungan simbiosis yang saling menguntungkan, di mana saya mendapatkan kemudahan dan kenyamanan, sementara Apple terus berinovasi untuk memenuhi kebutuhan penggunanya. Tuhan, saya memang kecanduan produk Apple, dan saya tidak menyesalinya. Dalam setiap produk Apple yang saya miliki, saya menemukan keindahan, kecanggihan, dan setangkup keoptimisan akan masa depan yang lebih cerah.
Serupa sebuah hubungan yang saling melengkapi, kecintaan saya pada produk Apple adalah bukti bagaimana teknologi dapat memberikan dampak positif dalam kehidupan sehari-hari. Dengan terus mengikuti perkembangan terbaru dari Apple, saya merasa selalu siap menghadapi tantangan zaman yang kian berkembang. Saya yakin, di masa depan, Apple akan terus menghadirkan inovasi-inovasi baru yang akan semakin memperkaya pengalaman saya dan para pengguna lainnya di seluruh dunia. Tuhan, saya mencintai produk Apple, juga mencintai takdir yang Engkau tetapkan atas diriku.
Sukawana Asri, Oktober basah tahun 2024