Di era teknologi yang semakin canggih, kecerdasan buatan (AI) telah mengambil alih banyak pekerjaan manusia. Melansir unggahan Instagram @ditjen.dikti, McKinsey Global Company memprediksi sekitar 30% profesi berpotensi terotomatisasi oleh AI 2030 mendatang.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pernah membeberkan data yang lebih mengerikan terkait dengan ancaman AI terhadap pekerjaan manusia ini. Kemenko Perekonomian memperkirakan akan ada 80 juta pekerjaan yang hilang oleh perkembangan teknologi digital secara global.
Meski demikian, masih ada profesi yang masih bergantung pada kemampuan manusia secara penuh. Berikut adalah empat profesi yang diprediksi akan tetap aman dari otomatisasi AI di masa depan:
Pekerjaan kreatif
Seni adalah ekspresi yang melibatkan perasaan dan panca indra manusia. Profesi seperti seniman, desainer, penulis, dan penyanyi membutuhkan kreativitas dan pemahaman emosional yang mendalam. AI mungkin bisa membantu dalam proses teknis, tetapi tidak bisa menggantikan keunikan dan sentuhan pribadi yang dibawa oleh manusia. Jenis pekerjaan ini bertahan karena Al memang tidak akan bisa meniru imajinasi, kreativitas, dan emosi dari manusia.
Meskipun saat ini Al banyak dimanfaatkan untuk menciptakan desain, Al tetap tidak memiliki kemampuan memahami konteks budaya, sosial dan emosional untuk menciptakan karya yang penuh makna.
Profesional kesehatan
Meskipun teknologi medis semakin canggih, peran dokter, perawat, dan terapis tetap tidak tergantikan. Profesi ini memerlukan empati dan pemahaman mendalam tentang kondisi pasien, yang tidak bisa diberikan oleh robot atau AI. Masalah kesehatan sering kali kompleks dan memerlukan penanganan yang personal.
Pendidik
Saat ini dunia pendidikan memang sudah banyak terbantu dengan adanya kecanggihan teknologi seperti Al.
Namun, kehadiran guru, dosen, tidak bisa tergantikan oleh AI. Sebagai pendidik, mereka tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga memotivasi dan membangun karakter murid.
Guru dan pendidik memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan memberikan motivasi kepada siswa. Meskipun ada banyak platform pembelajaran online yang menggunakan AI, interaksi langsung dengan guru tetap menjadi metode terbaik untuk mendidik. Guru bisa memberikan dukungan emosional dan memahami kebutuhan unik setiap siswa.
Pemimpin
Seorang pemimpin harus mampu membuat keputusan bijak dan membangun hubungan dengan banyak orang. AI mungkin bisa membantu dalam analisis data dan memberikan rekomendasi, tetapi keputusan akhir yang melibatkan aspek kemanusiaan tetap memerlukan sentuhan manusia. Pemimpin yang baik juga harus bisa berempati dan memahami situasi dari berbagai perspektif.
Dampak negatif kecerdasan buatan
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty mengatakan perkembangan teknologi seperti pisau bermata dua. Di satu sisi digitalisasi menawarkan banyak peluang seperti transisi ekonomi dan pertumbuhan produktivitas, hingga munculnya pekerjaan baru.
Selain itu, kata dia, perkembangan digitalisasi juga menawarkan keseimbangan kehidupan kerja yang lebih besar, bahkan gaji yang lebih tinggi. “Digitalisasi menawarkan banyak peluang,” kata Telisa beberapa waktu lalu, (30/8/2024), seperti yang dikutip dari CNBC Indonesia.
Meski demikian, Telisa menyebut perkembangan digitalisasi ini juga berpotensi memberikan dampak negatif. Dampak negatif tersebut di antaranya terkait dengan turunnya pendapatan, penurunan kesejahteraan mental, penurunan tingkat pendapatan, bahkan hilangnya pekerjaan karena tergantikan Artificial Intelligence.