Jakarta, Techtimes Indonesia – PT PLN (Persero) berhasil meningkatkan produksi energi hijau sebesar 60% pada tahun 2024 dengan penerapan teknologi substitusi batubara atau co-firing biomassa di 47 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Inovasi ini menghasilkan 1,67 juta Megawatt hour (MWh) energi hijau, melampaui target yang tercatat pada 2023 yang mencapai 1,04 juta MWh.
Konsumsi Biomassa Meningkat Signifikan
Pada 2024, konsumsi biomassa untuk teknologi co-firing tercatat mencapai 1,62 juta ton, tumbuh pesat dibandingkan dengan 2023 yang hanya sebesar 1 juta ton.
Selain itu, inisiatif ini berhasil menurunkan emisi karbon hingga 1,87 juta ton CO2, memberikan dampak positif terhadap pengurangan polusi dan pencapaian target emisi yang ramah lingkungan.
PLN Berkomitmen Percepat Pengurangan Emisi dengan Co-Firing Biomassa
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menegaskan bahwa perusahaan akan terus mengintensifkan penerapan co-firing biomassa sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi emisi dan memberdayakan masyarakat lokal.
“Sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo Subianto, PLN mendukung penuh agenda swasembada energi dari pemerintah. Tugas PLN kini tidak hanya menyediakan listrik, tetapi juga menyediakan energi bersih yang terjangkau, mendorong ekonomi, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, dan tentu saja menjaga lingkungan,” ujar Darmawan.
Peningkatan Bauran Energi Terbarukan
Penerapan co-firing biomassa berhasil berkontribusi sebesar 1,86% pada bauran energi terbarukan nasional pada 2024, mengalami peningkatan dibandingkan dengan 1,2% pada 2023.
PLN memanfaatkan berbagai sumber biomassa seperti sawdust, woodchip, cangkang sawit, sekam padi, hingga bahan bakar jumputan padat (BBJP), untuk mendukung teknologi ini di PLTU.
Keberlanjutan dan Ekonomi Sirkuler
Darmawan menambahkan bahwa penggunaan biomassa tidak hanya berperan dalam mempercepat transisi energi hijau, tetapi juga mendukung prinsip keberlanjutan dalam aspek Environmental, Social, and Governance (ESG).
Teknologi ini memberikan dampak ganda, yakni mengurangi emisi karbon dan mendorong pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
“Biomassa memungkinkan terciptanya ekonomi sirkuler, di mana limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang sebelumnya tidak bernilai kini bisa dimanfaatkan.
Ini juga mendukung revitalisasi lahan kritis yang lebih hijau dan produktif,” ungkap Darmawan.
Ekosistem Biomassa Berbasis Ekonomi Kerakyatan
Pada tahun 2025, PLN merencanakan untuk memperluas teknologi co-firing biomassa ke 52 PLTU, dengan proyeksi kebutuhan biomassa mencapai 10,2 juta ton per tahun.
PLN akan terus mengembangkan ekosistem biomassa berbasis ekonomi kerakyatan melalui program Pengembangan Ekosistem Biomassa Berbasis Ekonomi Kerakyatan dan Pertanian Terpadu untuk memastikan pasokan biomassa yang berkelanjutan.
Apresiasi dari Pemerintah dan Kementerian Pertanian
Wakil Menteri Pertanian Republik Indonesia, Sudaryono, memberikan apresiasi atas langkah PLN yang memanfaatkan lahan kritis melalui kolaborasi dengan Kementerian Pertanian, Pemerintah Daerah, dan kelompok masyarakat dalam program biomassa.
“Saya sangat mengapresiasi langkah PLN ini. Dengan adanya program biomassa, kita dapat memanfaatkan tanah marjinal dan menghadapinya sebagai solusi perubahan iklim,” ujar Sudaryono.
Dengan terus mengembangkan teknologi co-firing biomassa, PLN tidak hanya mendukung transisi menuju energi terbarukan tetapi juga berkontribusi pada pemberdayaan ekonomi lokal dan pelestarian lingkungan.